Banda Aceh – Pemerintah Provinsi Aceh melalui Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Aceh menargetkan peningkatan produksi garam tidak hanya untuk konsumsi masyarakat, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan industri. Selasa (04/03/2025).
“Selama ini, produksi garam kita hampir seluruhnya masih digunakan untuk konsumsi. Namun ke depan, kami sedang mencari teknologi agar garam kita bisa diproduksi untuk kebutuhan industri,” ujar Kepala Dinas DKP Aceh, Aliman Selian.
Aliman menyebutkan, saat ini, produksi garam Aceh berasal dari delapan kabupaten, yaitu Aceh Besar, Pidie, Pidie Jaya, Bireun, Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Barat Daya, dan Aceh Selatan.
Untuk tahun 2025, berdasarkan Surat Keputusan Gubernur wilayah produksi garam diperluas dengan menambahkan tiga kabupaten, yaitu Aceh Singkil, Aceh Jaya, dan Simeulue.
Aliman menjelaskan bahwa produksi garam di Aceh dilakukan dengan tiga metode, yaitu sistem rebus, sistem tanal (penjemuran), dan kombinasi keduanya. “Metode ini sangat tergantung dengan kebiasaan petani garam yang selama ini sudah memproduksi secara turun-temurun,” tambahnya.
Menurut data DKP Aceh, kebutuhan garam di Aceh secara keseluruhan, baik untuk konsumsi maupun industri, diperkirakan mencapai 46 ribu ton per tahun. Sementara produksi saat ini baru mencapai 12.300 ton. Khusus untuk konsumsi, Aceh membutuhkan sekitar 10.000 ton, sehingga untuk kebutuhan konsumsi, Aceh sudah surplus.
“Kalau untuk konsumsi saja, kita sudah surplus. Tapi kalau untuk industri, ini belum,” ungkap Aliman.
Aliman menambahkan bahwa Aceh merupakan satu-satunya provinsi di Sumatera yang telah ditetapkan melalui Instruksi Presiden tentang Percepatan Penggaraman Nasional sebagai sentra garam di Sumatera. Hal ini menjadi peluang besar bagi Aceh untuk terus memacu produksi garam.
Untuk meningkatkan produksi garam secara signifikan, DKP Aceh terus melakukan sosialisasi kepada para investor. “Alhamdulillah, di akhir 2024 kemarin, kita sudah mendapatkan salah satu calon investor yang bersedia membangun pabrik untuk industri garam di Kia Ladong, dekat dengan Amanah,” kata Aliman.
DKP Aceh juga berkoordinasi dengan perguruan tinggi seperti Universitas Syiah Kuala, Universitas Malikussaleh, dan UIN Ar-Raniry untuk mencari teknologi produksi garam yang lebih efektif dan efisien sehingga biaya produksi bisa ditekan dan kualitas garam untuk industri bisa ditingkatkan.
“Kami juga berkoordinasi dengan Disperindag untuk mendapatkan data industri di Aceh yang menggunakan garam. Dengan mengetahui spesifikasi garam yang dibutuhkan masing-masing industri, kami bisa membina para petani untuk memproduksi garam sesuai kebutuhan industri,” jelas Aliman.
Aliman berharap, dengan adanya investor yang membangun pabrik dengan teknologi canggih, produksi garam di Aceh bisa meningkat secara signifikan. “Ketika petani garam bisa memproduksi untuk kebutuhan industri, barulah kita bisa berharap industri garam bisa mensejahterakan petani garam kita,” pungkasnya.