Banda Aceh - Perhelatan Pilkada Serentak pemilihan para Calon Gubernur (Cagub)/ Wakil Gubernur (Wagub), Calon Bupati (Cabup)/ Calon Wakil Bupati (Cawabup) dan Calon Walikota (Cawalkot)/ Calon Wakil Walikota (Cawawalkot) Periode 2025-2030 di seluruh Indonesia tinggal menghitung hari.
Tepatnya hari Rabu, 27 November 2024, jika tak ada aral melintang Pilkada Serentak digelar dari Sabang sampai Marauke. Aceh sendiri adalah provinsi paling pertama yang mempraktikkan Pilkada Serentak pada tahun 2006, yaitu pemilihan Cagub/ Cawagub, Bupati/ Walikota beserta Para Wakilnya pada 11 Desember 2006.
Sebuah Pilkada Serentak yang menarik sorotan dunia internasional dan hadir sebagai pemantau independen. Bahkan para diplomat asing hingga Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pun ikut menghadiri langsung pelantikan Gubernur-Wakil Gubernur, Irwandi Yusuf-Muhammad Nazar sebagai hasil pilkada langsung pertama dalam sejarah Aceh tersebut.
Kali ini, merespon keadaan sosial politik yang terus mengkristal dan bergerak semakin dinamis, sejumlah wartawan yang menyebar di seluruh Aceh dan lain lain secara bersama-sama maupun terpisah mencoba mengeksplorasi kecenderungan para pemilih dari berbagai strata sosial dan profesi terhadap keinginan mereka, siapa yang sebenarnya mereka inginkan memimpin provinsi Aceh, khususnya sebagai Gubernur Aceh Periode 2025-2030.
Investigasi sosial politik ini, apakah ini disebut sebagai Survei Ilmiah atau bukan, hasilnya adalah suatu fakta lapangan, setidaknya hingga jadwal waktu per-hari ini, kata Ketua Dewan Pengurus Daerah Pers Siber Indonesia (DPD PSI) Provinsi Aceh, Said Saiful dalam jumpa pers di Warkop Bulog Banda Aceh, Minggu sore, 18 Agustus 2024
Menurut Said Saiful, PSI memiliki jaringan di berbagai kabupaten/kota se/ Aceh melakukan investigasi survei manual ini sengaja dilakukan berpijak pada dasar pengalaman yang sama diperoleh para wartawan di lapangan ketika setiap perhelatan Pilkada yang pernah berlangsung pada tahun 2006, 2012 dan 2017, khususnya untuk pemilihan Cagub/ Cawagub.
Hal mana akurasi investigasi dan survei manual seperti ini selalu tepat, tambah Said Saiful, meskipun perolehan hasil suara yang dicapai saat hari pencoblosan dan perhitungan suara bagi Cagub/ Cawagub pemenang sedikit berbeda, yaitu biasanya lebih tinggi sedikit dari hasil investigasi dan survei manual semacam ini.
Meski pada Pilkada 2006, 2012 dan 2017 ada sejumlah lembaga survei sering mempublikasikan perolehan suara bagi kandidat-kandidat tertentu sebagai pemenang tetapi kemudian hasilnya berbeda dengan kenyataan saat hari pencoblosan dan perhitungan suara.
Hasil investigasi manual yang alamiah ini dilakukan tanpa melupakan sisi ilmiahnya, dilakukan oleh beberapa wartawan dari berbagai media yang berbeda dan ternyata jauh lebih akurat.
Menurut Ketua DPD PSI itu, kali ini, sejumlah wartawan dan jaringannya yang ada di seluruh Aceh mencoba melacak keinginan dominan warga Aceh secara lebih alamiah dan spontan, khususnya tentang siapa figur publik yang paling pantas menjadi Gubernur Aceh Periode 2025-2030.
Dua ribu warga ber-KTP Aceh memiliki hak pilih dan berbagai latar belakang diwawancarai wartawan, seperti petani, nelayan, siswa dan mahasiswa, kalangan perempuan, eks kombatan GAM, eks GAM sipil non-kombatan, aktivis sipil, ulama, santri, pedagang kaki lima, pengusaha, ASN/ pegawai negeri dari berbagai unit kerja, guru dengan status ASN maupun guru kontrak/ honor, kaum akademik kampus, guru besar dan pakar, kader dan pengurus partai politik lokal maupun nasional yang berbeda hingga tokoh-tokoh masyarakat lainnya.
Mereka ini sebahagiannya menetap di kota-kota provinsi Aceh, kabupaten/ kota dan kota kecamatan serta sebagian besar menetap di kampung-kampung yang jauh dari pusat perkotaan, tandas Said Saiful.
Perolehan Suara Muhammad Nazar SIRA Mirip Peristiwa Suara Kemenangan Anies Baswedan dalam Pilpres di Aceh
Dari penelusuran dan investigasi yang dilakukan para wartawan tersebut, fakta keinginan sosial politik warga dalam merespon Pilkada tingkat Gubernur/ Wagub ini menunjukkan bukti sangat serius dan berjalan cukup reguler dalam tiga bulan terakhir bahwa warga di seluruh Aceh nampak masih menginginkan figur-figur yang terkait perjuangan Aceh semasa konflik yang telah berakhir dengan proses perdamaian ini, kata Pemimpin Redaksi Aceh Nasional News (annews.co.id), Said Saiful, A.Md.
Mereka masih mengharapkan figur-figur dari kalangan mantan pejuang GAM maupun tokoh gerakan sipil SIRA (Sentral Informasi Referendum Aceh) dapat memimpin Aceh sebagai Gubernur Periode 2025-2030, tambahnya.
Kesimpulan kualitatif masyarakat Aceh, nama GAM dan SIRA Referendum ternyata masih melekat di sebahagian besar warga Aceh terutama bagi generasi yang telah lahir sebelum tahun 2000. Sedangkan bagi warga Aceh yang lahir di atas tahun 2000 sebahagian mereka juga mengenal nama GAM dan SIRA, terutama warga yang suka mengeksplorasi kesejarahan perjuangan Aceh selama konflik maupun pembangunan Aceh yang dihasilkan paska damai, baik melalui sosial media maupun cerita oral yang tidak berhenti, imbuh Said Saiful yang malang melintang di ibu kota Jakarta.
Terkait kesimpulan berbasis kesukaan dan sekaligus keterpilihan, dari 2000 warga sebagai responden yang ditelusuri dan berlatar berbeda itu memang membuktikan bahwa kepemimpinan pemerintahan dan pembangunan Aceh mendatang masih harus dipercayakan kepada tokoh-tokoh yang ada kaitan langsung dengan perjuangan Aceh.
Tetapi warga Aceh yang diinvestigasi ini juga pada saat yang sama mensyaratkan kapasitas, kualitas dan integritas kepemimpinan yang layah harus dimiliki figur-figur yang sedang bergulir sebagai Bacagub/ Bacawagub, katanya.
Para responden secara terpisah, mayoritasnya mengharapkan Gubernur Aceh mendatang wajib memiliki kemampuan dan pengalaman kepemimpinan, penguasaan berbagai ilmu pengetahuan, telah teruji, relijius, berani, ideologis dan pro-Aceh, bijak, menguasai dan memahami perundang-undangan, berjasa kepada Aceh termasuk selama perjuangan di masa konflik, memiliki trah kepemimpinan secara historis, jejak rekam prestasi masa lalu dalam kepemimpinan, memiliki jaringan kuat bukan hanya di tingkat lokal dan nasional tetapi dunia internasional, memiliki ide-gagasan-visi-misi-program dan solusi dari dirinya sendiri tanpa didikte atau bukan Gubernur boneka yang idenya dipasok orang lain.
Kemampuan memimpin rapat, berpidato dan mengorgansir hingga penguasaan bahasa asing seperti Inggris dan Arab ikut menjadi sorotan warga karena dinilai akan menjadi faktor yang menguntungkan bagi Aceh, termasuk dalam rangka meningkatkan kembali nilai tawar Aceh di pentas nasional dan internasional untuk terus memperhatikan realisasi kemajuan bagi Aceh.
Menurut Said Saiful, Warga Aceh menilai Gubernur Aceh mendatang amatlah penting sehubungan dengan kekacauan pembangunan, eksistensi kondisi kemiskinan dan pengangguran yang tidak berhasil diselesaikan.
Menurut penilaian kebanyakan mereka sebagai penduduk Aceh, sebenarnya apabila program-program pro-rakyat yang telah dirintis dan dilakukan oleh pemerintah Aceh masa kepemimpinan Irwandi-Nazar (2007-2012) berlanjut maka Aceh pasti telah lebih baik dan sejahtera dalam berbagai bidang.
Tetapi mereka menilai, para Gubernur-Wagub Aceh paska selesainya masa Irwandi-Nazar nampak tidak ada lagi yang memiliki ide-gagasan-visi-misi-program-solusi dari diri mereka sendiri, tidak konsisten dengan Rancangan Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) yang telah dibuat masa Irwandi-Nazar serta kelemahan ilmu, talenta, pengalaman, keberanian dan ideologi kepemimpinan dalam paradigma keAcehan dan keislaman.
Berdasarkan gambaran di atas, kebanyakan warga Aceh akhirnya masih menaruh harapan sangat besar pada kehadiran tokoh gerakan perjuangan sipil Aceh, H. Muhammad Nazar karena dinilai memiliki kemampuan, talenta dan pengalaman kepemimpinan dalam pembangunan serta pemerintahan Aceh. Sekaligus, figur Nazar SIRA ini dinilai telah menunjukkan kemampuan luar biasa dalam keadaan penuh tekanan paska konflik.
Tetapi ia bersama Irwandi Yusuf dinilai mampu merintis jalan kemajuan dengan melahirkan banyak program pembangunan pro-rakyat, meningkatkan nilai tawar Aceh terhadap pemerintah pusat maupun donor internasional selain keduanya juga sukses mempertahankan tahap awal transisi konflik ke perdamaian yang sangat beresiko.
Warga Aceh menilai, meskipun kehadiran Muhammad Nazar sebagai Wagub yang mendampingi Irwandi Yusuf kala itu tetapi perannya lebih dominan dalam berbagai ide dan konsepsi hingga pelaksanaan dan pengawasan pembangunan selama lima tahun jabatannya.
Tokoh yang telah dikenal luas hingga ke mancanegara sejak 1999 karena perjuangan sipil damainya untuk Aceh, saat usianya baru memasuki 26 tahun dan masih sangat muda dinilai memiliki banyak kelebihan dan multi talen dalam urusan kekuasaan resmi pemerintahan saat menjadi Wagub maupun kepemimpinan informal di saat dirinya tidak memiliki jabatan. Mayoritas warga yang disurvei ini menyebut Muhammad Nazar sebagai pemimpin nyata dan telah sangat teruji dengan pengusaaan terhadap berbagai ilmu pemerintahan dan seni kepemimpinan.
Mayoritas warga Aceh menilai dan meyakini perpaduan kelebihan Nazar SIRA ini tidak dapat ditandingi oleh sosok-sosok lain yang memunculkan diri mereka sebagai cagub maupun cawagub melalui berbagai manuver serta media saat ini, termasuk sosial media.
Mereka menyebut dalam diri Muhammad Nazar itu telah melekat perpaduan kemampuan, ilmu, talenta, seni, keberanian, ideologi dan konsisten kepemimpinan pemerintahan maupun non pemerintahan kharismatis. Juga dirinya dinilai menguasai beragam ilmu pengetahuan umum dan agama, sudah sangat teruji dalam segala medan tekanan, termasuk selama konflik dan berkali-kali menjadi tahanan politik karena kepentingan perjuangan Aceh.
Dari dua ribu warga yang dieksplorasi dan ditanyakan para wartawan dalam tiga minggu terakhir ini sebanyak 1179 warga menyatakan harapan dan dukungan penuh mereka kepada sosok H. Muhammad Nazar untuk memimpin Aceh sebagai Gubernur Periode 2025-2030.
Bahkan sebelum disodorkan bersama nama-nama lain oleh wartawan untuk dinilai, sebahagian responden dari penduduk Aceh ini spontan menyebut sendiri nama figur Muhammad Nazar sebagai tokoh yang paling layak menjadi gubernur karena telah menjadi pemimpin yang siap tanpa harus belajar dari nol serta telah teruji dalam berbagai hal.
Hal yang paling menarik juga ikuti ditemukan dari investigasi dan survei manual ini, dimana ada banyak warga yang pernah menjadi para kombatan maupun sipil GAM maupun para kader berbagai partai politik lokal dan nasional menyatakan dengan terbuka menginginkan serta mendukung Muhammad Nazar untuk menjadi Gubernur Aceh melalui Pilkada kali ini. Padahal sebahagian Partai tempat mereka bernaung ini telah memberikan rekomendasi sementara kepada kandidat lain seperti Muzakkir Manaf.
Dari keinginan sosial politik warga Aceh tersebut di atas, berarti kita dapat menemukan setidaknya untuk saat ini sejumlah 58,95% warga Aceh sangat menyukai, mendukung dan akan memilih Muhammad Nazar sebagai Gubernur Aceh Periode 2025-2030.
Dari 2000 responden yang diuji dan ditanya secara manual oleh para wartawan yang kita kerahkan ke lapangan, terindikasi nyata jika potensi kemenangan Muhammad Nazar dalam Pilkada sebagai Cagub Aceh kali ini tidak akan jauh berbeda dengan apa yang pernah diperoleh pasangan Capres-Cawapres Anies-Muhaimin dalam pilpres lalu.
Potensi kemenangan ini adalah dalam kondisi dimana hingga saat ini Muhammad Nazar belum dinyatakan diusung resmi oleh Partai manapun serta belum ada kepastian pula siapa Cawagubnya.
Perkiraan kami, dukungan jumlah persentase terhadap tokoh perjuangan yang pernah menjadi Wagub Aceh 2007-2012 dan organisatoris ulung di berbagai organisasi sejak masih studi di UIN Ar-Raniry 1992-1997 ini akan semakin besar dan sangat tinggi jika dirinya segera dinyatakan diusung resmi oleh Partai-Partai tertentu. Muhammad Nazar berpotensi menang dengan perolehan di atas 60% suara rakyat jika dirinya berhasil masuk sebagai kandidat Gubernur Aceh dalam Pilkada mendatang.
Selain itu, Partai-Partai yang akan menjadi pengusung Muhammad Nazar berkemungkinan besar juga akan menuai keuntungan sosial politik lebih positif dari rakyat dalam aktivitas politik mereka ke depan yang dijalankan di Aceh. Partai-Partai yang akan mengusung Muhammad Nazar diperkirakan akan dinilai oleh warga Aceh sebagai Partai-Partai pro-pembangunan dan perubahan menuju kemajuan Aceh.
Dukungan Alamiah ke Nazar Semakin Deras
Di luar hasil investigasi dan survei manual para wartawan ini, bentuk dukungan lainnya yang dinampakkan rakyat di berbagai daerah di Aceh untuk Muhammad Nazar juga nampak jelas dengan hadirnya begitu banyak postingan pribadi maupun kelompok para warga secara alamiah setiap hari tanpa diorgansir secara khsusus dalam bentuk pengumpulan massa.
Meskipun sosok Muhammad Nazar ini hanya mensosialisasikan dirinya dengan jumlah spanduk dan baliho dalam jumlah sangat terbatas tetapi masyarakat yang telah mengenalnya dari dulu secara dominan mendukungnya tanpa bergantung pada iklan khsusus di lapangan. Sejumlah wawancara Nazar dan postingan tentang dirinya juga nampak diikuti rutin oleh warga di lapangan seperti melalui TikTok, Instagram, Facebook, YouTube dan lain-lain, diantaranya TikTok koran_aceh.
Kondisi ini mengingatkan kita kembali pada peristiwa kemenangan Nazar bersama Irwandi Yusuf pada Pilkada 2006 maupun kemenangan Irwandi Yusuf kembali pada Pilkada 2017, dimana keduanya hanya menyebarkan sedikit saja alat peraga kampanye dibandingkan para kandidat Gubernur lainnya.
Bahkan, keduanya pada Pilkada 2006 maupun saat Irwandi menjadi Cagub kembali dalam Pilkada 2017 sering diisukan sebagai tokoh yang tidak memiliki uang untuk kampanye sehingga beberapa partai politik yang sering menjadikan uang sebagai salah satu syarat utama memperoleh kemenangan tidak jadi mengusungnya dan memprioritaskan memilih mengusung kandidat-kandidat lain. Alhasil kalkulasi partai-partai politik memang sering tidak tepat dalam menghadapi pilkada Aceh, khususnya dalam pemilihan calon Gubernur.
Mualem Runner Up Perolehan Suara Keterpilihan
Keinginan warga memprioritaskan tokoh-tokoh yang terlibat perjuangan selama konflik untuk menjadi Gubernur Aceh semakin nampak dari respon warga yang dijadikan responden. Sedangkan figur-figur lain di luar tokoh-tokoh inti dan simbolis dalam perjuangan selama konflik Aceh masih tidak mendapatkan kesukaan dan keterpilihan dominan sebagai Cagub Aceh.
Artinya pula bahwa Pilkada untuk gubernur Aceh yang dipilih langsung oleh rakyat kali ini masih memiliki karakter yang sama dengan Pilkada Aceh tahun 2006, 2012 dan 2017.
Dalam ketiga kali perhelatan Pilkada tersebut, perolehan suara pemenang maupun peringkat tiga besar perolehan suara tertinggi selalu jatuh kepada kandidat-kandidat gubernur yang ada kaitannya dengan perjuangan referendum dan kemerdekaan Aceh semasa konflik.
Figur-figur selain latar belakang tersebut yang berupaya memunculkan diri mereka dan berhasil mengikuti Pilkada sebagai Cagub pada 2006, 2012 dan 2017 belum pernah mendapatkan suara dominan di tiga besar, kecuali jika mereka berhasil secara resmi memperoleh dukungan kaum perjuangan dari GAM maupun SIRA.
Bahkan dalam setiap Pilkada untuk pemilihan Gubernur Aceh, tokoh-tokoh yang kemudian maju secara terpisah dari dukungan pecahan-pecahan eks organisasi GAM maupun SIRA juga mendapatkan suara cukup besar meskipun tidak masuk dalam tiga besar seperti dialami Dr. Zaini Abdullah maupun Zakaria Saman pada Pilkada 2017 dibandingkan beberapa kandidat lainnya yang datang dari kalangan berbeda.
Logo dan simbol akademik murni, ulama yang bukan tokoh politisi, elit birokrat dari kalangan ASN, Pj atau Plt Gubernur yang maju sebagai Cagub dalam setiap Pilkada Aceh selalu harus menerima kekalahan telak dan sama sekali tidak mampu menerobos atau memecahkan perilaku politik mayoritas rakyat Aceh yang belum lepas dari sejarah perjuangan Aceh semasa konflik.
Dari 2000 responden, meskipun Muzakkir Manaf masih mengalami kekalahan dari Muhammad Nazar untuk sisi kesukaan dan keterpilihan tetapi dirinya masih tetap memperoleh jumlah suara yang tinggi, jauh di atas kandidat-kandidat lain seperti Ruslan Daud, Sudirman alias Haji Umar dan Bustami Hamzah. Dalam investigasi dan survei manual ini, eks Panglima TNA ini memperoleh sejumlah 413 suara dari 2000 responden, atau sebesar 20,65%.
Adapun H. Ruslan Daud yang namanya masih bergulir selama investigasi dan survei manual ini dilakukan menempati urutan ketiga. Dari 2000 responden, Ruslan Daud memperoleh 108 suara atau 5,4%. Menyusul berikutnya Haji Uma dengan perolehan suara responden sebanyak 101 suara atau 5,05%. Sementara Bustami Hamzah yang masih menjabat sebagai Pj Gubernur Aceh memperoleh suara keterpilihan dari 72 responden atau 3,6%. Nama lainnya yang ikut disebut masyarakat dan ditanyakan adalah H. M. Yusuf Abd Wahab alias Tu Sop yang dinginkan dan dipilih oleh 64 responden atau 3,4%.
Sosok-sosok seperti H. Ruslan Daud, Haji Uma dan Tu Sop secara dominan diharapkan oleh mayoritas responden dapat menjadi Cawagub meskipun investigasi dan survei manual ini tidak memfokuskan pertanyaaan pada elektabilitas Cawagub.
Responden yang menjawab pertanyaan maupun yang secara spontan menyatakan kesukaan serta pilihannya ini berjumlah 1937 dari 2000 responden. Selebihnya sebesar 63 responden atau 3,15% belum menentukan jawaban mereka dan menyatakan lebih menunggu finalisasi pencalonan siapa saja yang akan mendaftar ke Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh.