Jakarta - Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo mengapresiasi kiprah organisasi Wanita Penerus Pelopor Kemerdekaan Bangsa Indonesia yang turut menggerakan anggotanya untuk terjun ke dalam berbagai sektor UMKM. Mengingat pemberdayaan UMKM merupakan upaya kolektif dan inklusif, dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan, termasuk kalangan wanita.
"Kita bersyukur bahwa hingga Juni 2023, sekitar 22,7 juta UMKM di Indonesia sudah masuk pada ekosistem digital. Namun angka tersebut baru merepresentasikan sekitar 35 persen dari total UMKM yang ada, sehingga langkah-langkah dan strategi untuk membangun literasi digital bagi pelaku UMKM harus menjadi program prioritas. Bahkan jika perlu, target 30 juta UMKM yang go digital di 2024 mendatang, ditingkatkan menjadi 50 juta UMKM," ujar Bamsoet usai menerima DPP Wanita Penerus Pelopor Kemerdekaan Bangsa Indonesia, di Jakarta, Kamis (2/11/23).
Pengurus DPP Wanita Penerus Pelopor Kemerdekaan Bangsa Indonesia yang hadir antara lain, Hediati, Chairunnisak, Iflahah Z, Linda Mutia, Masniar Tanjung, Hayati Nawawi, Nurmiati.
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, UMKM merupakan entitas perekonomian nasional yang vital bagi perekonomian nasional. UMKM juga menjadi bangun perekonomian yang selaras dengan amanat Konstitusi pasal 33 ayat 4, dimana salah satu aspek yang mendasari penyelenggaraan perekonomian nasional adalah prinsip kemandirian.
"Meskipun demikian, sektor UMKM masih menemui beberapa kendala dalam pengembangan usaha. Salah satunya tercermin dari angka penyaluran kredit kepada UMKM secara industri yang baru mencapai 20 persen. Ini masih jauh dari target pemerintah yang memproyeksikan penyaluran kredit bagi UMKM dapat mencapai 30 persen pada tahun 2024," jelas Bamsoet.
Ketua Dewan Pembina Depinas SOKSI dan Kepala Badan Polhukam KADIN Indonesia ini menerangkan, para pelaku UMKM di lapangan juga masih menghadapi berbagai persoalan dalam mengakses kredit. Pemberlakuan mitigasi risiko yang diterapkan dunia perbankan, misalnya dengan cara permintaan jaminan yang besar dan pemberlakuan persyaratan yang ketat, cenderung mencederai karakteristik usaha UMKM sebagai usaha kecil dan menengah yang memiliki keterbatasan sumberdaya.
"Selain terkendala persyaratan kredit, harus kita akui bahwa belum semua UMKM memiliki tingkat literasi keuangan yang memadai, sehingga masih memerlukan dukungan pembinaan. Literasi keuangan menjadi isu yang krusial, karena masih sangat timpang dengan indeks inklusi keuangan. Sebagai gambaran, indeks literasi keuangan nasional tahun 2022 sebesar 49,68 persen, sangat timpang dengan indeks inklusi keuangan yang sudah mencapai 85,1 persen," pungkas Bamsoet. (*)