Banda Aceh - Cucu Sultan Aceh yang juga pemimpin Darud Donya Aceh Cut Putri mengatakan, bahwa Titik Nol Kesultanan Aceh yang berada di Gampong Pande sudah memenuhi syarat didaftarkan sebagai Situs Sejarah Kota Tua dan Situs Warisan dunia, atau World Heritage kepada UNESCO.
"Hal ini tengah kita diskusikan dan persiapkan bersama UNESCO dan Kementerian Pariwisata di Jakarta", kata Cut Putri, selasa (28/11/2023).
Sudah ada beberapa yang didaftarkan dari Aceh ke UNESCO, diantaranya Hikayat Aceh Sultan Iskandar Muda dan Jalur Rempah Aceh Turki. Sementara yang telah diakui baru satu yaitu Hikayat Aceh Sultan Iskandar Muda, sedangkan Jalur Rempah Aceh Lada Sicupak Turki sedang dalam proses.
Selanjutnya yang layak didaftarkan sebagai Situs Warisan Dunia UNESCO adalah Titik Nol Kesultanan Aceh Darussalam Gampong Pande, yang dalam sejarah merupakan titik pertemuan perdagangan antar bangsa-bangsa, dan titik keberangkatan jamaah haji nusantara.
Banyaknya manuskrip sejarah, tulisan para penjelajah asing, dan peta-peta tentang Pelabuhan Bandar Aceh Darussalam, jelas membuktikan bahwa para pedagang dari berbagai belahan dunia datang ke Aceh sejak zaman dahulu.
Dalam diskusi, UNESCO mengakui bahwa Kawasan Pelabuhan Bandar Aceh di Gampong Pande menjadi penghubung antar bangsa dan negara di dunia. Bandar Aceh Darussalam kini sudah berusia 818 Tahun, sehingga Kota Banda Aceh adalah sebuah Kota Tua Peradaban tertua, bahkan diakui sebagai kota Islam yang tertua di Asia Tenggara.
"Rupanya Gampong Pande sangat terkenal di dunia, bahkan UNESCO pun tahu sejarahnya", terang Cut Putri.
"Sebelumnya dalam diskusi kami dengan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Ketua Tim Percepatan Pengembangan wisata sejarah, religi, tradisi dan seni budaya Kemenparekraf mengharapkan, agar Kawasan Situs Cagar Budaya
Gampong Pande dapat segera dipulihkan dari timbunan sampah dan proyek tinja, karena kawasan Desa Wisata Gampong Pande sangat potensial dikembangkan sebagai destinasi wisata kelas dunia", ujar Cut Putri.
"Dalam diskusi, Kepala Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mengatakan, bahwa pihak Arkenas cukup concern dengan kondisi terkini Gampong Pande, bahkan telah turun meneliti ke Gampong Pande pada tahun 1996, fakta penemuannya pun sangat spektakuler", lanjut Cut Putri.
Pada tahun 2014 Pemerintah Kota Banda Aceh bekerjasama dengan Balai Arkeologi Sumatera Utara, juga telah melaksanakan penelitian dan pendataan tinggalan arkeologis di seluruh Kawasan Situs Gampong Pande, memaparkan bukti-bukti penemuan berbagai artefak dan situs-situs berskala dunia di seluruh Kawasan Situs Gampong Pande termasuk Pantai Kuala Gampong Pande. Sejak itu Gampong Pande dipromosikan menjadi Situs Arkeologi Dunia.
Sejak tahun 2007 hingga kini berbagai penelitian dilakukan di Gampong Pande, baik oleh pemerintah, pegiat sejarah maupun berbagai organisasi internasional. Tak kurang peneliti Perancis, Inggris, Turki dan lain-lain pernah meneliti di kampung tertua di Banda Aceh itu.
Jauh sebelum itu pada tahun 1988, Pemerintah Kotamadya Daerah Tingkat II Banda Aceh mengadakan Seminar Hari Jadi Kota Banda Aceh, menetapkan bahwa:
“Hari Jadi Kota Banda Aceh adalah 1 Ramadhan 601 H, hari Jum’at, bertepatan tanggal 22 April 1205. Tanggal ini didasarkan pada permulaan pemerintahan Sultan Alaiddin Johan Syah pendiri Kerajaan Aceh Darussalam dengan ibukota Bandar Aceh Darussalam, dan Istana yang didirikan oleh Sultan Johan Syah merupakan pusat kerajaan yang berlokasi di Gampong Pande”
Kemudian tanggal 22 April 2007 dibangun Tugu Titik Nol Kota Banda Aceh di Pantai Kuala Gampong Pande. Dalam prasasti Tugu tertulis: “Disini cikal bakal Kota Banda Aceh awal mula Kerajaan Aceh Darussalam yang didirikan oleh Sultan Johan Syah 1 Ramadhan 601 H atau 22 April 1205 M”. Tugu ini diresmikan langsung oleh Walikota Banda Aceh.
Sultan Johan Syah (1205-1234 M) membangun Ibukota Kesultanan Aceh Darussalam di Kuta Farushah Pindi Darul Makmur di Pantai Kuala Gampong Pande Bandar Aceh Darussalam. Dari sinilah awal mula berdirinya Kesultanan Aceh Darussalam, atau Titik Nol Kesultanan Aceh Darussalam.
Kesultanan Aceh Darussalam kemudian berkembang menjadi Kerajaan Islam terbesar dan terkuat di Asia Tenggara, dan merupakan kesultanan yang sangat terkenal membina hubungan perdagangan dan penyebaran Agama Islam ke nusantara dan Asia Tenggara.
Puncak peradaban Kesultanan Aceh Darussalam adalah pada era Sultan Iskandar Muda tahun 1607-1636 M, yang tertulis dalam Hikayat Aceh, yang kini telah resmi diakui UNESCO sebagai UNESCO World Heritage (Warisan Budaya Dunia UNESCO).
Maka sekarang situs kawasan Sultan Iskandar Muda membina kejayaan Aceh, juga dapat dijadikan International Heritage Site oleh UNESCO. Bahkan kawasan Kuala Aceh di Gampong Pande juga merupakan wilayah penting ketika Aceh mengalami perang besar dengan Belanda (1873-1942 M)
Di Kawasan Titik Nol Kesultanan Aceh Darussalam juga banyak terdapat artefak, tapak bangunan-bangunan kuno, dan kompleks pemakaman kuno, baik yang tampak di permukaan, maupun yang masih tertimbun, karena efek Gempa dan Tsunami di Aceh yang telah berkali-kali terjadi. Sehingga dapat diadakan penelitian menyeluruh di kawasan Titik Nol Kesultanan Aceh Darussalam.
Apalagi Pemerintah sudah memugar kawasan Tugu Titik Nol Kota Banda Aceh yang merupakan Titik Nol Kesultanan Aceh yang berada di Kuala Gampong Pande. Kawasan bersejarah ini seharusnya juga digunakan untuk merayakan hari jadi Kota Banda Aceh Darussalam.
Selain sejarah peradaban Gampong Pande Bandar Aceh sebagai Kota Tua Pertama Berdirinya Kesultanan, juga sebagai kawasan bersejarah Tsunami. Sehingga kawasan Titik Nol Kesultanan Aceh bukan hanya sekedar kawasan Heritage Peradaban Dunia, namun juga kawasan Sejarah Tsunami Aceh. Dan kawasan Sejarah Tsunami Aceh juga harus terdaftar oleh UNESCO.
Cut Putri yang merupakan saksi mata Tsunami Aceh meminta UNESCO menjadikan Kawasan Kota Tua yang sekarang menjadi Titik Nol Kesultanan Aceh Darussalam didaftarkan sebagai Kota Tua Perlindungan UNESCO.
Menjadikan Kawasan Cagar Budaya Gampong Pande sebagai World Heritage UNESCO atau Situs Warisan Dunia, merupakan langkah maju menjaga situs sejarah Aceh, sebagai bagian dari Pusaka Peradaban Dunia. Juga sesuai dengan tema keterbukaan Aceh di Era Teknologi, dan juga membawa perdamaian untuk memulihkan Dunia.
"Dengan langkah sistematis pemerintah, bekerjasama dengan LSM peduli sejarah dan berbagai elemen masyarakat, maka akan mudah mendaftarkan Titik Nol Kesultanan Aceh Darussalam ke UNESCO, untuk peradaban Aceh yang mendunia", kata Ketua Darud Donya.