JAKARTA - Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo mengapresiasi pelantikan Badan Kajian Strategis Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (BAKASTRA HIPMI) periode 2022-2025 dibawah kepemimpinan Ketua Rhesa Yogaswara, Sekretaris Aryo DP Irhamna, dan Bendahara TB. M. Ali Ridho Azhari.
BAKASTRA HIPMI menjadi penguat organisasi HIPMI sebagai pengusaha pejuang dan pejuang pengusaha, agar dapat terus meningkatkan peran dan kontribusinya dalam membina dan melahirkan pengusaha-pengusaha nasional yang tangguh, berwawasan kebangsaan, dan mampu menghadapi berbagai tantangan perekonomian termasuk dalam hal digitalisasi.
"Interaksi manusia saat ini tidak hanya berada di dunia nyata, melainkan sudah semakin pesat merambah dunia digital melalui media sosial dan metaverse. Termasuk dalam hal perdagangan, sudah tidak ada lagi sekat-sekat batas negara. Kehadiran kripto, misalnya, sudah membuat transaksi tanpa kurs. Tidak menutup kedepannya kita tidak lagi berbicara tentang warga suatu negara, melainkan sudah menjadi warga dunia yang tidak tersekat batasan wilayah. Fenomena ini harus disikapi secara bijaksana, khususnya oleh para pengusaha muda Indonesia, agar tidak tertinggal oleh perkembangan zaman," ujar Bamsoet saat menjadi Keynote Speech dalam Seminar Nasional dan Pelantikan BAKASTRA BP HIPMI, di Gedung Nusantara IV MPR RI/DPR RI/DPD RI, Jakarta, Jumat (14/7/23).
Turut hadir antara lain, Wakil Ketua DPD RI Sultan Bachtiar Najamudin, Ketua Umum HIPMI Akbar Himawan Buchari, Deputi Komisioner Pengawas Bank Pemerintah dan Syariah OJK Bambang Wijanarko, Deputi Bidang Koperasi, Kementerian Koperasi dan UKM Ahmad Zabadi, serta Ekonom INDEF Aviliani.
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini juga mengajak BAKASTRA HIPMI menjadi generator bagi HIPMI agar senantiasa memiliki kepedulian terhadap tumbuh kembang UMKM sebagai penggerak perekonomian rakyat. Terlebih dengan telah disahkannya UU No. 4/2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK).
Pasal 249 Ayat (1) UU P2SK menyebutkan, dalam rangka meningkatkan ketahanan ekonomi nasional melalui pemberdayaan UMKM, perlu dilakukan kemudahan akses pembiayaan kepada UMKM. Keberpihakan kepada UMKM merupakan keniscayaan. Mengingat kontribusi UMKM terhadap perekonomian nasional sangat besar. Menyumbang 61,9 persen produk domestik bruto (PDB), serta menyerap 97 persen dari total tenaga kerja.
"UMKM juga harus didorong memanfaatkan digitalisasi dalam memperluas jangkauan pasar, bahkan hingga di tingkat global. Kita patut bersyukur bahwa pertumbuhan UMKM yang sudah go digital jumlahnya semakin meningkat. Hingga Maret 2023 sudah mencapai 21,8 juta, dan diharapkan terus tumbuh hingga mencapai 24 juta pada akhir tahun 2023," jelas Bamsoet.
Ketua Dewan Pembina Depinas SOKSI dan Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia ini menerangkan, mewujudkan pemerataan akses digital bagi pelaku UMKM juga masih menyisakan persoalan. Dengan jumlah UMKM yang diperkirakan mencapai 65,4 juta unit, artinya masih ada lebih dari 40 juta UMKM yang belum terintegrasi dalam ekosistem digital.
"Jika dibandingkan negara-negara ASEAN lainnya, tingkat literasi digital Indonesia juga masih rendah, yaitu sebesar 62 persen. Sedangkan rata-rata tingkat literasi digital negara-negara ASEAN sudah mencapai 70 persen," terang Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila dan Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Pertahanan dan Keamanan KADIN Indonesia ini menambahkan, saat ini pertumbuhan kredit sektor UMKM terus berkembang, mencapai 8,63 persen per Maret 2023. Terutama karena ditopang realisasi penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR), yang hingga 31 Maret 2023 tercatat sebesar Rp. 30,31 triliun. Kondisi likuiditas pun berada pada level yang memadai, sehingga dapat menopang ketersediaan dana perbankan untuk penyaluran kredit bagi dunia usaha termasuk UMKM," jelas Bamsoet.
Disisi lain, berbagai persoalan dalam mengakses kredit juga masih dialami pelaku UMKM. Tercermin dari angka penyaluran kredit kepada UMKM secara industri yang baru mencapai 20 persen. Pemberlakuan mitigasi risiko dengan cara permintaan jaminan yang besar dan pemberlakuan persyaratan yang ketat, cenderung mencederai karakteristik UMKM.
"Selain terkendala oleh kemampuan memenuhi persyaratan kredit, harus kita akui bahwa belum semua UMKM memiliki tingkat literasi keuangan yang memadai, sehingga masih memerlukan dukungan pembinaan," pungkas Bamsoet. (*)