JAKARTA - Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Dewan Penasehat Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) dan Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo bersama Wakil Ketua Umum ICMI Jafar Hafsah meluncurkan Sekolah Politik Perempuan ICMI. Bersamaan dengan pelantikan Pengurus Pusat Perempuan ICMI yang dipimpin oleh Ketua Umum Welya Safitri, Sekretaris Jenderal Syifa Fauzia, dan Bendahara Umum Sharmila.
Sekolah Politik Perempuan ICMI yang digagas Pengurus Pusat Perempuan ICMI merupakan terobosan positif dalam meningkatkan partisipasi perempuan di bidang politik. Kader perempuan dari berbagai partai politik bisa belajar disini. Sehingga bisa melahirkan perempuan kapabel yang dapat mengisi berbagai posisi strategis di legislatif, eksekutif, hingga BUMN dan berbagai sektor lainnya.
"Pasal 10 Ayat (7) dan pasal 92 Ayat (11) UU No 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum memang telah mengamanatkan bahwa dalam menentukan komposisi di panggung politik harus memperhatikan kuota 30 persen keterwakilan perempuan. Namun realisasinya masih belum terlaksana. Pada periode 2019-2024, per Januari 2021 hanya terdapat 123 jumlah perempuan di DPR RI atau sekitar 21,39 persen," ujar Bamsoet usai launching Sekolah Politik Perempuan ICMI, pelantikan Pengurus Pusat Perempuan ICMI, sekaligus Sosialisasi Empat Pilar MPR RI, di Gedung Nusantara IV Komplek MPR RI/DPR RI/DPD RI, di Jakarta, Kamis (6/7/23).
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, kehadiran Perempuan ICMI serta Sekolah Politik Perempuan ICMI memiliki rujukan nilai kesejarahan yang telah diwariskan oleh R.A. Kartini, lebih dari seabad yang lalu. Yakni tentang emansipasi, tentang kesetaraan dan keadilan gender, serta tentang pentingnya pendidikan bagi kaum hawa.
"Ditengah berbagai tantangan yang dihadapi, kita masih bisa bersyukur bahwa dalam kurun waktu antara tahun 2017 hingga 2022, Indeks Pemberdayaan Gender Indonesia sebagai salah satu tolok ukur keadilan dan kesetaraan gender, terus mengalami peningkatan. Data BPS mencatat Indeks Pemberdayaan Gender tahun 2017 mencapai skor 71,74, dan pada tahun 2022 meningkat menjadi 76,59," jelas Bamsoet.
Kepala Badan Polhukam KADIN Indonesia ini menerangkan, kenaikan Indeks Pemberdayaan Gender tersebut, juga tercermin dari kenaikan tingkat partisipasi perempuan dalam parlemen, yang dari tahun ke tahun cenderung terus mengalami peningkatan. Misalnya pada tahun 1999 baru mencapai 9 persen, kemudian meningkat menjadi 11,8 persen pada tahun 2004.
Capaian tersebut kembali meningkat pada tahun 2009 menjadi 18,3 persen, namun sedikit menurun tahun 2014 menjadi 17,3 persen. Pada tahun 2021, capaian ini kembali meningkat menjadi 21,39 persen. Menempatkan Indonesia pada peringkat ke-105 dari 188 negara, lebih rendah jika dibandingkan dengan rata-rata persentase perempuan anggota parlemen di tingkat global yang mencapai 26,5 persen.
"Belum optimalnya angka keterwakilan perempuan di parlemen, mengisyaratkan pentingnya upaya pemberdayaan perempuan agar dapat memanfaatkan berbagai bentuk dukungan dan keberpihakan yang diberikan bagi kaum perempuan dengan lebih optimal. Karena itu, kehadiran Perempuan ICMI dengan Sekolah Politik Perempuan ICMI menjadi sangat relevan dan kontekstual," pungkas Bamsoet. (*)