Jakarta - Ketua MPR RI sekaligus Wakil Ketua Umum Partai Golkar Bambang Soesatyo mengingatkan Indonesia memiliki momentum emas dengan hadirnya bonus demografi. Diperkirakan jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2045 akan mencapai 324 juta jiwa. Dari jumlah tersebut, sekitar 70 persen nya, atau sebanyak 227 juta jiwa adalah kelompok usia produktif. Bonus demografi akan menjadi sia-sia, jika gagal didayagunakan secara optimal. Bahkan, berlimpahnya usia produktif yang tidak terserap oleh pasar kerja, justru akan menjadi 'beban' bagi pembangunan.
"Road Map Indonesia Emas 2045 yang telah diluncurkan Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu, bukanlah sekadar angan-angan. Tentang sumberdaya manusia Indonesia yang cerdas berkelas dunia, menjunjung tinggi pluralisme, berbudaya, religius, beretika, dan terbebas dari perilaku korupsi. Tentang Indonesia sebagai pusat pendidikan, episentrum teknologi, dan jantung peradaban dunia. Tentang kemandirian negara yang berdaya saing, serta menjadi barometer pertumbuhan ekonomi global. Butuh kerja keras dan kerjasama dari berbagai pihak untuk mewujudkannya. Salah satunya dukungan dari HIPMI," ujar Bamsoet saat memberikan pembekalan dalam Pemantapan Nilai-Nilai Kebangsaan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI), di Lemhannas RI, Jakarta, Rabu (21/6/23).
Hadir antara lain Deputi Kebangsaan Lemhanas, Laksamana Muda TNI Edi Sucipto dan Ketua Umum Badan Pengurus Pusat (BPP) HIPMI Akbar Himawan Buchari.
Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III DPR RI bidang Hukum, HAM, dan Keamanan ini menjelaskan, dalam dimensi ekonomi, para pengusaha muda adalah elemen penggerak pembangunan sebagai generator dan sekaligus dinamisator. Dalam dimensi kehidupan berbangsa dan bernegara, pengusaha muda adalah pembentuk masa depan perekonomian nasional. Akan seperti apa wajah 'negara kesejahteraan' yang diamanatkan oleh Konstitusi ditentukan oleh seberapa dalam rasa nasionalisme serta seberapa luas wawasan kebangsaan mengakar kuat dalam jatidiri para pelaku ekonomi. Khususnya, para pengusaha muda.
"Berkaitan dengan pentingnya pemantapan nilai-nilai kebangsaan bagi pengusaha muda, saya sepakat dengan konsep Indonesia sentris yang digagas Presiden Jokowi. Tidak hanya dalam makna pentingnya pemerataan pembangunan yang menjangkau seluruh wilayah dan menyentuh semua sektor. Namun juga dalam makna menjadikan kepentingan nasional sebagai prioritas dan muara pembangunan. Keberpihakan pada kepentingan bangsa dan negara, harus ditempatkan di atas kebutuhan dan tekanan pasar global," jelas Bamsoet.
Mantan Ketua BPP HIPMI 2001-2004 dan Kepala Badan Polhukam KADIN Indonesia 2021-2026 ini menerangkan, saat ini pertumbuhan investasi dalam negeri cukup tinggi. Namun, harus pula disadari bahwa tingginya investasi tidak selalu dan tidak serta merta berbanding lurus dengan tingginya serapan angka tenaga kerja.
Sebagai gambaran, realisasi investasi sepanjang tahun 2022 mencapai lebih dari Rp 1.207 triliun, dengan serapan tenaga kerja mencapai lebih dari 1,3 juta orang. Artinya, setiap satu triliun rupiah investasi, hanya mampu menyerap sekitar 1.300 tenaga kerja. Jika dibandingkan pada tahun 2013, nilai investasi per satu triliun rupiah dapat menyerap sekitar 4.600 tenaga kerja.
"Di sisi lain, setiap tahun jumlah angkatan kerja baru diperkirakan mencapai 3,3 juta hingga 3,5 juta. Jika tidak diantisipasi, kondisi tersebut berpotensi memicu peningkatan angka pengangguran pada usia produktif. Merujuk pada data BPS, per Februari 2023, kelompok usia 15 tahun hingga 24 tahun mendominasi tingkat pengangguran terbuka yang mencapai 16,46 persen," terang Bamsoet.
Wakil Ketua Umum Pemuda Pancasila dan Wakil Ketua Umum FKPPI ini menambahkan, senafas dengan visi organisasi HIPMI, setiap kader HIPMI diharapkan dapat membantu menciptakan lapangan pekerjaan baru, baik di tingkat lokal maupun nasional. HIPMI diharapkan menjadi ujung tombak dalam paradigma pembangunan sumberdaya manusia yang berkualitas, berdaya saing, serta memiliki kualifikasi yang dibutuhkan untuk menjawab kebutuhan pasar global yang semakin kompetitif, seiring laju perkembangan zaman.
"Kita perlu belajar dari pengalaman negara-negara yang telah sukses memanfaatkan periode bonus demografi, seperti Korea Selatan, Tiongkok, dan Jepang. Kunci keberhasilan negara-negara tersebut dalam memanfaatkan bonus demografi adalah dengan mempersiapkan sebaik-baiknya sumber daya manusia (SDM) sebagai subyek pembangunan. Keberlimpahan tenaga kerja yang siap diserap oleh pasar tenaga kerja harus menjadi modal sumber daya yang menopang pertumbuhan ekonomi dan tidak justru menjadi beban pembangunan," pungkas Bamsoet. (*)