Banda Aceh - Komisi I DPR Aceh telah merampungkan pembahasan perubahan terhadap Qanun Aceh Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Hukum Jinayat. Adapun pasal yang dilakukan pembahasan adalah pasal-pasal yang berkaitan dengan kekerasan seksual terhadap anak.
“Pembahasan hari ini, ikut terlibat anggota komisi I DPR Aceh beserta dengan tim tenaga Ahli dan juga terlibat tim Asistensi dari Pemrintah Aceh yakni Biro Hukum dan Dinas Syariat Islam Provinsi Aceh. Dan Alhamdulillah Rancangan Perubahan Qanun Jinayat sudah kita finalisasi pembahasannya”, kata Ketua Komisi 1 DPRA Iskandar Usman Al Farlaky, S.Hi, M.Si, Selasa (1/11/2022)
Iskandar menyebutkan, bahwa revisi Qanun Jinayat ini dilakukan terbatas, hanya untuk memperkuat pasal terkait dengan perlindungan dan pemenuhan hak anak yang menjadi korban kekerasan seksual. “Revisi ini dilakukan terbatas, pasal pasal yang dibahas hanya yang berkaitan tentang pengaturan penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak di Aceh”, terang Al-Farlaky usai rapat lanjutan revisi Raqan Jinayat di Gedung DPRA
“Adapun pasal yang kita lakukan revisi adalah terbatas, hanya pasal yang berkaitan dengan penanganan kasus kekerasan seksual terhadap anak, seperti Pasal Pasal 33, Pasal 34, Pasal 47, Pasal 48, Pasal 50, Pasal 51 dan Pasal 72, ” Ungkap mantan aktivis ini.
Melalui revisi ini, tambah Iskandar Al-Farlaky, bahwa fokus revisi ini untuk menjawab permasalahan hukuman terhadap pelaku yang selama ini dianggap ringan, bahkan sering diputuskan bebas. Selain itu juga fokus pada perlindungan dan pemenuhan hak anak yang menjadi korban kekerasan seksual, seperti pelecehan dan pemerkosaan.
“Semangatnya revisi ini adalah semangat perlindungan anak. Pertama merumuskan hukuman pemeberatan bagi pelaku, selama ini hukumannya pilihan antara cambuk, denda dan penjara. Pada revisi ini, pelaku selain akan dicambuk juga akan dipenjara, jadi bukan lagi alternatif tetapi kumulatif. Dan yang Kedua revisi ini juga merumuskan tentang hak pemulihan terhadap anak yang menjadi korban kekerasan seksual” Tegas Iskandar Usman Al Farlaky.
Dalam rumusan pasal sebelumnya, hak atas pemeulihan anak yang menjadi korban tidak ada. Padahal menurut Al Farlaky hal yang sangat urgen dan mendasar, agar anak yang telah menjadi korban, jangan sampai menanggung beban penderitaan baik secara fisik maupun non fisik secara terus menerus, jika tidak dipulihkan
“Hak atas pemulihan sangat penting, perubahan ini, kita juga menambahkan bahwa anak yang menjadi korban kekerasan seksual maka harus mendapatkan restitusi dan juga negara harus bertanggungjawab atas pemulihan baik fisik maupun non fisik korban, mengingat anak adalah sebagai generasai bangsa dan generasi Aceh, jadi harus kita pastikan keberlangsungan hidupnya dan seluruh hak nya terpenuhi” lanjut bekas Ketua Fraksi PA tersebut.
Dikatakannya, DPR Aceh berharap qanun ini, bisa disahkan pada tahun ini dan tahun depan bisa berlaku. Untuk saat ini, draft perubahan sudah rampung, dalam waktu dekat akan diadakan RDPU untuk memperluas pasrtisipasi publik untuk terlibat memeberikan masukan terhadap qanun ini.
“Karena draftnya sudah rampung, dalam waktu dekat akan kami gelar RDPU untuk menyaring pendapat dan masukan publik, selanjutnya akan segera kita daftarkan fasilitasi ke mendagri dan mudah-mudahan bisa disahkan dalam tahun ini, agar tahun depan dapat diberlakukan” Tutup Ketua Komisi I DPR Aceh, Iskandar Usman Al-Farlaky. (Parlementaria)