BANDA ACEH – Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh, Taqwallah, menyampaikan, untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik dan bersih. Maka tata kelola bidang pengadaan barang/jasa (PBJ) pemerintah harus lebih diperhatikan, agar pusat pelelangan proyek ini berjalan baik dengan mengedepankan transparansi, akuntabel dan kapabel.
Hal itu sesuai amanat Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 25 Tahun 2020 tentang Road Map Reformasi Birokrasi 2020-2024.
“Maka, hal ini menjadi penting dan menuntut atensi serius kita bersama mengingat permasalahan dan penyimpangan tata kelola PBJ masih sangat tinggi,” kata Sekda Aceh dalam Rapat Koordinasi Tata Kelolaan Pengadaan Barang dan Jasa, Program Pencegahan Korupsi Terintegrasi Wilayah Aceh Direktorat Koordinasi dan Supervisi Wilayah KPK Tahun 2022. Di Kantor Gubernur Aceh, Selasa (19/4/2022).
Sekda, mengatakan terdapat 5 indikator kunci keberhasilan yang harus dipenuhi oleh seluruh Unit Kerja Pengadaan Barang dan Jasa (UKPBJ) di seluruh Aceh. Agar pelaksaan pelelang proyek PBJ pemerintah dapat berjalan efektif dan efisien, serta tidak menimbulkan dampak hukum di masa depan.
Adapun kelima indikator tersebut, sebut Sekda, adalah sumber daya manusia UKPBJ yang kompeten, pelaksanaan tugas pokok dan fungsi dengan benar, perangkat pendukung, penayangan Rencana Umum Pengadaan (RUP), serta pengendalian dan pengawasan.
“Alhamdulillah capaian dari area pengadaan barang/jasa di Aceh pada tahun 2021 sebesar 70,24 persen dengan kategori biru, dan kita targetkan pada tahun 2022 ini dapat mencapai 78,96 persen atau dalam kategori hijau, sesuai dengan komitmen bersama saat Rapim Sekda se-Aceh pada 8 Februari 2022 lalu,” ujarnya.
Komitmen yang telah disusun tersebut, katanya, masih membutuhkan bimbingan secara berlanjut dari pimpinan dan KPK, tentunya denga diimbangi aksi konkret dari pemerintah daerah maupun kabupaten/ kota agar target yang telah disepakati dapat terpenuhi. ” Sebagai penanggung jawab dan pengelola PBJ di kabupaten/kota, juga memiliki peran penting dan kontribusi yang sangat besar dalam pemenuhan indikator-indikator dan target yang telah disebutkan di atas,” pungkasnya.
Sementara itu, Kepala Satgas Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Wilayah Aceh, Riau, dan Sumatera Barat, Arief Nurcahyo, menuturkan lembaga anti rasua tersebut, dalam mengantisipasi tindak pidana korupsi dalam badan pemerintah, melakukan berbagai terobosan, salah satunya dengan penggunaan sistem Monitoring Center for Prevention (MCP) yang memfokuskan pada 8 area intervensi dimana pengadaan barang/jasa termasuk di dalamnya.
“Kegiatan ini adalah bentuk komitmen agar tata kelola PBJ bisa lebih baik lagi. Pelaksanaan ini juga termasuk dalam salah satu program pencegahan KPK terintegrasi dari 8 area fokus intervensi,” ujarnya.
Ia menuturkan, saat ini PBJ masih menjadi titik rawan terjadinya tindak pidana korupsi (Tipikor) pada pemerintah daerah, dengan perkara nomor satu yang sering ditangani KPK yaitu, penyuapan, gratifikasi dan penyalahgunaan anggaran.
Karena itu, diperlukan sikap konsen dan pandangan yang sama terutama dalam mencapai integritas pengelolaan, supaya segala aktivitas PBJ bisa berjalan dengan transparansi, akuntabel, kapabel, dan terhindar dari tipikor yang dapat merugikan pribadi dan negara.
Turut hadir dalam pertemuan itu, perwakilan Kepala BPKP, Asisten Bidang Pemerintahan dan Keistimewaan Aceh, Asisten Bidang Administrasi Umum, Kepala Biro PBJ, Kepala Biro Administrasi Pimpinan, Kepala Biro Umum, Unsur UKPBJ Kabupaten/Kota Se- Aceh, dan seluruh tim Pokja PBJ.