Banda Aceh – DPR Aceh melalui Komisi V akan mengevaluasi BPJS Kesehatan Aceh karena dinilai tidak transparan dalam pengelolaan data kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).
Penegasan itu disampaikan Komisi V DPRA M Rizal Falevi Kirani pada Serambi. Dia mengaku sampai saat ini tidak ada kejelasan data kepesertaan BPJS Kesehatan Aceh baik yang terdata di Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) maupun JKN.
Dia menilai selama ini pelayanan BPJS Kesehatan kepada masyarakat juga sangat tidak optimal baik dari segi manajemen pelayanan administrasi maupun layanan kesehatan yang ditanggung oleh BPJS.
“Masih banyak (jenis penyakit) yang tidak dicover dalam layanan kesehatan yang diberikan oleh BPJS Kesehatan. Banyak jenis penyakit tidak ditanggung oleh BPJS,” ungkap Falevi.
Menyikapi persoalan itu, mulai 1 April 2022, Badan Anggaran (Banggar) DPRA bersama Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA) sepakat tidak lagi menanggung premi JKA yang selama ini bersumber dari APBA.
Penghentian dukungan anggaran ini berdasarkan hasil rasionalisasi antara Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA) dengan Badan Anggaran (Banggar) DPRA saat pembahasan APBA 2022.
Untuk diketahui, selama ini JKA hanya menanggung orang mampu, sedangkan jaminan asuransi bagi orang miskin sudah ditanggung oleh Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang dibiayai APBN setiap tahunnya.
Saat ini, dari 5,3 juta penduduk Aceh, sebanyak 2.111.095 jiwa premi kesehatannya ditanggung melalui JKN. Pada tahun 2022, pemerintah pusat menganggarkan Rp 1 triliun lebih untuk membiayai premi JKN dan pembiayaan ini sudah berlangsung 12 tahun sejak 2010.
Sementara JKA hanya menanggung penduduk Aceh yang kategori mampu yang jumlahnya 2.220.500 jiwa. Sisanya, 123.579 jiwa masuk dalam segmen JKN Mandiri dan 878.728 jiwa masuk segmen JKN PNS-TNI.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS), 15 persen atau 780.000 jiwa dari total penduduk Aceh merupakan penduduk miskin. Tapi selama ini Pemerintah Aceh menanggung asuransi kesehatan semua warga yang terdaftar dalam JKA.
Sebelum adanya rasionalisasi anggaran, Pemerintah Aceh mengusulkan dukungan anggaran premi JKA tahun 2022 sebesar Rp 1,1 triliun lebih. Saat pembahasan di Banggar terjadi pengurangan anggaran sebesar Rp 525 miliar.
Anggaran yang dirasionalkan tersebut, ungkap Falevi, dialokasikan untuk anggaran pembangunan lima Rumah Sakit Regional di Aceh dan pembangunan rumah duafa yang sudah disepakati dalam pembahasan APBA 2022.
“Persoalan rujukan pasien sering menjadi keluhan rakyat. Maka kami DPRA perlu mengevaluasi kerja sama Pemerintah Aceh dengan BPJS. Dikarenakan banyak sekali pengaduan masayarakat yang tidak maksimal terhadap pelayanan BPJS,” terang Falevi.
“Setiap tahun kita menganggarkan anggaran untuk pembayaran BPJS itu Rp 1,2 triliun. Sedangkan masyarakat selalu mengadu terhadap masalah BPJS,” tambah Ketua Komisi V DPRA ini.
Kendati ada pemotongan anggaran JKA, bukan berarti Pemerintah Aceh tidak lagi mengusulkan anggaran untuk JKA ke depan. Sebab program ini adalah program perioritas pemerintah.
“Kita sepakat JKA itu dilanjutkan tapi harus kita evaluasi dulu dengan BPJS karena ini bicara premi. Dan sisi pelayanan masyarakat Aceh harus betul dicover semua oleh BPJS. Ada banyak hal yg harus dibicarakan dengan BPJS,” pungkasnya.