Banda Aceh - Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) turut menyoroti kasus pelecehan seksual dan pemerkosaan, yang akhir-akhir ini mulai terjadi di dalam lingkungan pendidikan agama di Aceh.
Wakil Ketua DPR Aceh, Safaruddin, menyayangkan kasus rudakpaksa masuk ke dalam lingkungan pesantren. Seorang guru pengajian yang seharusnya mendidik para santri, malah menjadi pelaku perbuatan menyimpang tersebut.
“Kita sangat menyesal dan menyayangkan, akhir-akhir ini kasus pelecehan seksual dan pemerkosaan terjadi di lingkungan pesantren. Seorang guru seyogyanya menjadi pendidik, kini malah melakukan perbuatan yang sangat memalukan itu,” katanya, Rabu (16/2/2022).
Sebagai provinsi yang dikenal sebagai Serambi Mekkah, kata Safaruddin, seharusnya Aceh bisa menjadi contoh bagi dearah lain bagaimana lingkungan pesantren itu bisa menjadi tempat aman bagi para anak didik untuk menimba ilmu agama.
“Pesantren itu seharusnya menjadi tempat yang aman dan nyaman untuk belajar menuntut ilmu. Bukan malah malah direnggut haknya untuk menikmati masa belajar,” ujarnya.
Safaruddin mengharapkan kasus kekerasan seksual di lingkungan pesantren tidak terjadi lagi di Aceh. Karena itu, dirinya meminta pihak terkait harus lebih memperketat pengawasan dan aturan demi mencegah kasus ini terulang kembali.
“Memang perbuatan asusila ini dilakukan oleh oknum, akan tetapi patut kita waspadai. Karena, bisa saja kasus-kasus kekerasan seksual di lingkungan pesantren di Aceh terulang kembali,” sebutnya.
Selain itu, Safaruddin juga meminta agar pemerintah dapat memperketat regulasi terhadap lembaga pendidikan yang bersifat boarding school (sekolah asrama). Seperti izin mendirikan sebuah lembaga pendidikan agama itu sendiri.
“Di Aceh banyak lembaga pendidikan agama yang sifatnya boarding school. Karena itu, saya kira perlu kita memeriksa apakah lembaga itu memperoleh izin resmi atau tidak,” pungkasnya.
Diketahui, akhir-akhir ini terungkap kasus kekerasan seksual oleh oknum guru pengajian terhadap santri terjadi di beberapa daerah di Aceh. Seperti di Aceh Tenggara, polisi menangkap seorang pimpinan pesantren karena diduga telah memperkosa santrinya masih berusia di bawah umur.
Tidak lama setelah itu Polres Bener Meriah juga menangkap seorang guru mengaji dari salah satu pesantren karena diduga telah melakukan aksi sodomi terhadap santrinya sendiri. Kasus terbaru, seorang guru ngaji di wilayah hukum Polres Lhokseumawe kembali dilaporkan atas dugaan pemerkosaan terhadap santrinya berusia 15 tahun. (Parlementaria)