Banda Aceh – Wakil ketua DPRK Aceh Barat, Ramli, SE resmi melaporkan dugaan tindak pidana korupsi pekerjaan Rehabilitasi Pembangunan Ruang Rawat Inap RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh Aceh Barat dengan nilai Pagu Rp. 11.510.138,000 pada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh.
Saat melaporkan, Ramli membawa serta dokomen diterima salah seorang bagian penerimaan laporan Kejaksaan Tinggi Aceh di Kantor Kejati Aceh, Bathoh, Kota Banda Aceh, Kamis 10 Februari 2022.
Sebagaimana diketahui bahwa pembangunan berdasarkan surat perjanjian dengan Nomor 027/77/DAK/RSUD-CND/VII/2021 tertanggal 09 Juli 2021 pelaksana paket pekerjaan tersebut dikerjakan oleh PT. Jasa Tripa Bersaudara, dengan sumber dana berasal dari DAK Fisik Dasar dan berada dibawah Dinas Kesehatan Kabupaten Aceh Barat dan dengan masa pelaksanaan 150 (seratus lima puluh) hari kalender. Pengerjaannya dimulai pada 09 Juli 2021 dan berakhir kontraknya pada 05 Desember 2021 dengan Tahun Anggaran 2021.
Usai menyerahkan laporan tersebut, Ramli menjelaskan bahwa adapun dasar dan dalil laporan ini dilakukan karena ditemukan adanya perbuatan melawan hukum yang berpotensi korupsi dan merugikan kerugian keuangan negara diantarnya, penarikan uang retensi sebanyak 5% sudah dilakukan pada tanggal 28 Desember 2021 sementara proses pekerjaan masih dilakukan sampai saat ini, kemudian adanya proses pembangunan yang tidak layak kwalitas (material tidak sesuai spek), dan bangunan lama yang dirobohkan adalah merupakan bangunan yang masih layak pakai.
“Berangkat dari hal tersebut, ada beberapa dalil penting yang menjadi pertimbangan berdasarkan kronologis,” ungkap Ramli yang juga Anggota DPRK Aceh Barat dari Fraksi PAN itu.
Pertama, Bahwa berdasarkan hasil inspeksi dari kami, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Barat pada hari Kamis, tanggal 27 Januari 2022 di lokasi pekerjaan yaitu di RSUD CND Meulaboh, kami menemukan tahapan pekerjaan yang belum selesai dikerjakan 100%, yaitu rangkaian pemasangan atap plafon dan AC ruangan rawat inap lantai satu. (Foto terlampir).
Kedua, Bahwa SKPD Dinas Kesehatan Aceh Barat mengeluarkan Surat Perintah Pencairan Dana (SPPD) tertanggal 28 Desember 2021 dengan nomor SPM: 0785/SPM/LS/1.02.01/20213. Bahwa kemudian Kuasa Bendara Umum Daerah (BUD) mengeluarkan surat dengan nomor: 12994/SP2D/LS/2021 tanggal 30 Desember 2021, Tahun Anggaran 2021.
Ketiga, Bahwa adapun surat SPPD yang dikeluarkan oleh Dinkes Aceh Barat melalui Kuasa BUD adalah untuk keperluan Pencairan LS MC 100%-95%-5% a/n. PT. Jasa Tripa Bersaudara, Pekerjaan Rehab Pembangunan Ruang Rawat Inap RSUD CND Meulaboh sebesar Rp. 459.199.572.
Keempat, Bahwa dugaan kami adanya indikasi kerugian negara akibat korupsi dan pelanggaran peraturan ataupun kelalaian pihak terkait dengan mengacu aturan Perpres 16/2018, dimana disebutkan retensi adalah jumlah termin (progress billing) yang belum dibayarkan atau Bahwa berdasarkan Pasal 53 Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah menyebutkan sebagai berikut: – Pembayaran pretasi pekerjaan diberikan kepada penyedia setelah dikurangi angsuranpemgembalian uang muka, retensi dan denda – Besaran retensi adalah sebesar 5% dan digunakan sebagai jaminan pemeliharaanpekerjaan.ditahan.
Kelima, Bahwa tindakan Kuasa BUD dengan mencairkan dana 5% atau retensi adalah tindakan yang kami duga telah menyalahi aturan, dimana seharusnya PPK menahan sebagian pembayaran prestasi pekerjaan dengan memperhitungkan atau memotong setiap pembayaran sebesar 5%. Hal ini sebagai jaminan tanggung jawab penyedia yang memiliki kewajiban untuk melaksanakan retensi dimasa pemeliharaan, sebagaimana disebutkan dalam syarat-syarat umum kontrak Pekerjaan Konstruksi Rehabilitasi Pembangunan Ruang Rawat Inap RSUD CND Meulaboh, huruf B.3 Tentang Penyelesaian Kontrak, Point 31.7 dimana disebutkan Penyedia Harus Menyerahkan Jaminan Pemeliharaan sebesar 5% (lima perseratus) dari harga kontrak.
Keenam, Bahwa pekerjaan tersebut telah melewati batas waktu pekerjaan yaitu 150 hari, dimana tertanggal 27 Januari 2022 dan hingga saat ini (Febuari 2022), kami masih menemukan pekerjaan rersebut yang belum diselesaikan dan dengan mengacu kepada aturan Perpres Nomor 16/2018 Pasal 56 ayat (2) sepatutnya perusahaan harus diberikan sanksi keterlambatan satu permil perhari keterlambatan dari nilai kontrak satu permil.
Ketujuh, Bahwa kami mendesak agar dilakukan black list (daftar hitam) terhadap perusahaan atau penyedia berupa larangan untuk mengikuti pengadaan barang/jasa diseluruh Kementerian/Lembaga/Perangkat Daerah dalam jangka waktu tertentu. Hal ini dengan merujuk kepada Kewenangan pengenaan sanksi daftar hitam kepada penyedia/badan usaha yang diatur dalam Ayat (1) pasal 9 Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2021 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 Tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.
Kedelapan, Bahwa kami menduga adanya indikasi pengelembungan harga dalam proses pengadaan barang seperti pengadaan Hospital Lift dengan nilai Rp. 800.000.000 juta. Dan juga pengadaan ranjang pasien electrik bed (VVIP Room) dimana harga dalam kontrak disebutkan dengan jumlah satuan Rp. 60 juta rupiah. Bahwa perbandingan harga yang kami temukan di salah satu toko (tokopedia) untuk Ranjang Pasien Elektrik 3 motor Qualitas Alpha Paramount PA-6325CBBABA, Merk: Paramount Japan, seharga Rp.51.300.000.13.
Kesembilan, Bahwa hasil temuan kami terhadap material bangunan yang tidak sesuai dengan spesifikasi, lihat dilapangan hanya campuran beton biasa seperti penggunaan campuran beton readymix K300 yang menjadi syarat dalam kontrak. Kami menemukan adanya indikasi syarat tersebut tidak dipenuhi, mengingat yang kami unakan mollen standard
Dan, terakhir bahwa pekerjaan Rehabilitasi Pembangunan Ruang Rawat Inap RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh Aceh Barat selain terindikasi sarat dengan masalah, berdasarkan hasil temuan kami adalah bangunan baru tersebut dibangun diatas bangunan sebelumnya yang juga masih baru. Proses demolish atau pemusnahan bangunan sebelumnya yang merupakan barang milik daerah yang tidak bergerak dan masih sangat layak untuk dipergunakan, namun tanpa ada pemberitahuan kepada DPRK Aceh Barat.
“Hal ini sangat ironis, megingat setiap proses penghapusan barang milik daerah terutama barang yang tidak bergerak seharusnya terlebih. dahulu dilakukan evaluasi oleh tim penilai atau tim inventarisasi dengan melibatkan DPRK Aceh Barat. Selain itu tidak ada pemberitahuan tentang keberadaan seluruh aset daerah berupa alat-alat medis dan fasilitas rawat inap dari bagian gedung RSUD Cut Nyak Dhien Meulaboh yang sudah dimusnahkan tersebut,” demikian ungkap Ramli.
Sumber : kontrasaceh.net