Banda Aceh - 99% masyarakat Indonesia hingga hari ini sudah pernah membaca atau mendengar kata vaksin. Vaksinasi merupakan salah satu upaya sebagai bentuk ikhtiar hamba dengan menyuntikkan vaksin ke dalam tubuh agar dihasilkannya antibodi yang berguna sebagai penangkal penyakit.
Perkembangan isu vaksinasi di kalangan masyarakat kian hari kian deras terdengar di awal tahun mengingat kita telah lama berdiam diri dirumah atau bekerja dengan tatanan kehidupan baru (new normal) akibat pandemi COVID-19 yang sudah hampir satu tahun lamanya.
Cara kerja dari vaksin COVID-19 sangat berhubungan dengan agen penyebab dari penyakit itu sendiri. Kandungan vaksin yang dimasukkan ke dalam tubuh, tidaklah mengandung “microchip” seperti hoaks yang beredar dikalangan masyarakat melainkan dengan tujuan agar dapat menimbulkan reaksi imunitas tubuh atau kekebalan tubuh sehingga tubuh dapat siap dari serangan infeksi di kemudian hari.
Dengan tervaksinnya seluruh masyarakat dapat menciptakan kondisi “Herd Immunity”, yang dapat diartikan sebagai kondisi dimana semakin banyak masyarakat dalam suatu lingkungan yang memiliki tingkat kekebalan tinggi terhadap penyakit menular yang dapat menghambat hingga memutus proses penyebarannya virus.
Kabar dari pemerintah yang telah mengupayakan dengan hadirnya vaksin, salah satunya yaitu Vaksin Sinovac yang didatangkan langsung oleh pemerintah Indonesia dari Cina menuai berbagai pro kontra di kalangan masyarakat.
Beberapa kelompok masyarakat menanggapi ini sebagai kabar gembira yang harus disyukuri sebab sudah lama kita hidup dengan kehati-hatian akibat takut terjadinya penularan dari penyakit COVID-19.
Vaksin Sinovac yang telah didatangkan oleh pemerintahan Indonesia pada tanggal 6 Desember yang lalu sudah ditambah lagi stoknya, setidaknya 1,8 juta dosis vaksin COVID-19 untuk menggenapkan tiga juta dosis ketersediaan vaksin.
Kedatangan vaksin ini selanjutnya akan dilakukan pensuplaian kepada seluruh provinsi yang ada di Indonesia agar dapat menjangkau seluruh target yang telah ditetapkan oleh Menteri Kesehatan RI, Budi Gunadi Sadikin, dalam Keputusan No. Hk.01.07/Menkes/12757/2020 tentang Penetapan Sasaran Pelaksanaan Vaksinasi COVID-19.
Seperti yang kita ketahui jumlah penduduk Indonesia sangatlah banyak, bahkan dari referensi survei kependudukan tercatat 426 juta dosis yang akan dihadirkan untuk memenuhi kebutuhan dan melindungi masyarakat Indonesia dimasa pandemi.
Direncanakan penyuntikan vaksinasi di Indonesia dilakukan pada seluruh titik pelayanan yang dilakukan secara bergelombang, dimana nantinya pada gelombang yang kedua akan diutamakan pada seluruh pelosok yang ada di Indonesia dalam jangka waktu yang singkat dari gelombang pertama.
Sejak terhitung tanggal 1 Januari 2021 pemerintah telah mengupayakan untuk menginfokan setiap masyarakat yang terpilih menjadi calon penerima vaksin COVID-19 secara gratis. Beberapa orang yang terpilih dikabari melalui media SMS atau juga ada beberapa dalam media email.
Selain itu, bagi masyarakat yang belum dikabari melalui dua media tersebut, dapat mengakses ke alamat website www.pedulilindungi.id yang di mana website tersebut sudah resmi dan di bawah dari tanggung jawab Kementerian Komunikasi dan Informatika yang telah berkoordinasi dengan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.
Menurut Kemenkes RI, penyuntikan vaksin yang direncanakan berkala, memprioritaskan petugas kesehatan, sebagai garda terdepan, yang selanjutnya bergilir dan menyeleruh ke semua masyarakat Indonesia.
Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Lembaga Pemberdayaan dan Penguatan Kesehatan Masyarakat BKPRMI Kota Banda Aceh, terkait pandangan masyarakat terhadap vaksinasi COVID-19 yang akan direncanakan dalam waktu dekat di tahun 2021 ini, didapatkan hasil bahwa banyak masyarakat yang menghawatirkan akan ketidak jelasan sumber bahan yang dikandung dalam pembuatan vaksin, apakah mengandung bahan-bahan haram atau sudah adakah verifikasi halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Selain itu, masyarakat juga khawatir terkait apakah vaksin mengandung microchip sebagaimana yang beredar luas didunia maya. Kebingungan dan keresahan ini yang mendasari sikap penolakan dari rakyatnya sendiri terkait rencana pemerintah ingin melakukan pemberian vaksin COVID-19 secara gratis kepada seluruh rakyat Indonesia.
Apalagi vaksin yang ditenggarai sangat berbau bisnis dari pendapat sekelompok orang, merasa masyarakat hanya dijadikan sebagai kelinci percobaan dalam pengujian vaksinasi ini.
Menurut T. Andi Syahputra, S.Ked, Direktur Lembaga Pemberdayaan dan Penguatan Kesehatan Masyarakat BKPRMI Kota Banda Aceh, “rasa ketakutan, kebingungan, dan keresahan masyarakat harus ditangani segera oleh pemerintah sebagai pihak penyelenggara atau penjamin dari keamanan vaksin yang diadakan oleh pemerintah Republik Indonesia. Sebab jika masalah itu dibiarkan berlarut-larut akan menular, yang nantinya dapat mempengaruhi terhadap keefektifan penanganan masalah pandemi ini.”.
Bisa saja orang awam yang belum tersentuh hoaks percaya dengan berita-berita bohong yang beredar, baik yang disebarkan dengan media mulut ke mulut, atau media sosial sekalipun terpengaruh, sehingga perlu dicari cara penangkal segera sebelum menginvasi target korban lainnya.
Permasalahan negeri ini tidak hanya masalah corona, banyak masalah lainnya yang sudah menghiasi tahun 2020 seperti korupsi dana bantuan sosial pandemi, telat dalam mengambil sikap dalam lockdown daerah, ketidak berhasilnya pemerintah mengontrol jumlah kasus COVID-19 dan konflik horizontal antar umat beragama.
Diakui bersama, ketidakpercayaan yang didapatkan pemerintah saat ini merupakan buah dari kemarahan akibat ketidakadilan, dan orang-orang sedang mencari figur pemimpim yang berani menyatakan, melakukan mendobrak kebatilan.
Kekosongan dan kehampaan kepemimpinan pemerintah sebagai yang bertanggung jawab dalam pemilihan jenis Vaksin Sinovac dari sekian banyak jenis vaksin yang ada di seluruh dunia, menjadi hal yang sangat perlu disoroti sebab sejauh ini yang dirasakan oleh masyarakat, pemerintah tidak selalu hadir dalam menyelesaikan persoalan rakyat yang dipimpinnya.
Hadirnya ikon yang baik dalam pemerintahan dirasa perlu yang dapat dijadikan sebagai obat kepercayaan rakyat, salah satunya dalam membantu menyelesaikan permasalahan COVID-19 di tanah air.
Kegagalan yang sebelumnya akibat ketidakcakapan dalam merespon adanya kasus positif pertama kali di Indonesia dan penyepelean permasalaan harus dijadikan pelajaran dengan sebaik-baiknya.
Sebab kita bukanlah negara maju seperti Amerika yang dapat tetap bertahan dan berdiri kuat tanpa adanya masalah kekurangan alat pelindung diri (APD), dan kollapse perekonomian rakyat.
Lagi-lagi, masalah Corona yang belum selesai ini, tidak hanya untuk dipelajari tapi dapat dijadikan sebagai pedoman dalam manajemen konflik, pengambil keputusan yang tepat sebagai sarana agar program vaksinasi berjalan lancar.
Pengalaman di tahun 2020 yang cukup berarti dapat dijadikan evaluasi dalam menangani risiko peluang kemungkinan munculnya Corona varian baru akibat mutasi yang saat ini sudah ada kasusnya di Eropa.(Red)