Aceh Timur - Aktivis HAM, Ronny Hariyanto, mengatakan bahwa aksi - aksi kekerasan dan potensi pelanggaran HAM berat di Aceh Timur, seperti mendapatkan lampu hijau atau diberi pupuk bersubsidi. Hal itu disampaikan Ronny, dikarenakan aparat keamanan di Aceh Timur dinilai terkesan lemah pada penegakan hukum, bahkan terkesan memanjakan pelaku kekerasan di daerah yang dipimpin Bupati Rocky tersebut.
"Penegakan hukum atas aksi - aksi kekerasan yang dilakukan oknum masyarakat, terkesan lemah, bahkan seperti diberi pupuk bersubsidi, sebab pelakunya tidak langsung ditangkap, sehingga melukai rasa keadilan bagi para korban, apalagi kekerasan terhadap perempuan dan anak, dan hal ini menyebabkan penegak hukum berpotensi melanggar HAM, karena tidak menghadirkan keadilan sebagaimana yang diamanahkan Undang - Undang Dasar di Republik ini," tegas Ronny, Sabtu 27 Juni 2020.
Menurut Ronny, padahal tugas pokok aparat keamanan, khususnya pihak kepolisian, adalah menciptakan rasa aman dan ketentraman di tengah masyarakat. Namun hal itu terkesan diabaikan, sedangkan pelaku kekerasan dan aksi brutal, terkesan dibiarkan bebas berkeliaran meneror masyarakat.
"Tugas aparat keamanan, khususnya pihak kepolisian kan menciptakan rasa aman dan ketentraman di tengah masyarakat, tapi mengapa para pelaku aksi - aksi kekerasan, intimidasi dan aksi - aksi brutal lainnya tidak ditindak tegas, bahkan terkesan dimanjakan, memang ada diproses, tapi pelakunya tidak ditangkap, tetap berkeliaran, meskipun diduga telah mengulangi perbuatannya, dan berpotensi kembali melakukan aksi brutal, ada apa ini," cetus putera Idi Rayeuk berdarah Aceh-Minang itu.
Aktivis HAM yang dikenal cadas ini juga menduga, ada perlakuan diskriminatif dari aparat penegak hukum terhadap golongan masyarakat tertentu, dalam hal proses hukum di Aceh Timur.
"Misalkan pejabat, atau keluarga pejabat, atau kelompok berkuasa, orang kaya dan sejenisnya, itu diduga seperti ada perlakuan istimewa dari penegak hukum, ini kan namanya diskriminasi, padahal itu melanggar HAM, melanggar undang- undang Republik Indonesia, jadi ini harus segera dibenahi, jangan lagi ada diskriminasi di sini," tegas Ronny.
Menurut eks Ketua Forum Pers Independen Indonesia (FPII) Provinsi Aceh itu, pembiaran terhadap aksi - aksi kekerasan serta intimidasi di tengah masyarakat, berpotensi menciptakan kekerasan - kekerasan lebih besar lagi di tingkat lanjut, dan itu membahayakan keamanan serta membahayakan kondisi keadilan.
"Masak pelaku intimidasi dan kekerasan tidak langsung ditangkap, padahal korban sudah lapor, saksi ada, bahkan para pelaku diduga berpotensi berkomplot melakukan rencana - rencana jahat lainnya, seperti mengintimidasi korban dan para saksi, ini kan macam gak ada hukum kesannya, ada apa, kan terkesan dibiarkan, padahal masyarakat sudah tidak nyaman di lingkungannya, itu ada juga kita dengar dari penuturan masyarakat di daerah tertentu, para pelaku kejahatan atau kekerasan yang mengintimidasi masyarakat bahkan bersenjata api, dan ada juga itu warga mengaku anaknya diikat dan disiksa karena dituduh merampok, tapi sepertinya pelaku belum juga ditahan, ini kan bisa bikin masyarakat histeris dalam kondisi sosial yang radikal dan sangat buruk seperti itu," tandasnya.
Dia juga mengkritik aparat desa yang kurang memberi contoh dan mensosialisasikan pentingnya sikap - sikap anti kekerasan dan radikalisme di desa.
"Aparat desa harusnya jangan fokus uang desa saja, tapi juga harus fokus pada prilaku masyarakat, terutama sosialisasi anti kekerasan di tingkat desa, apalagi radikalisme, bukan hanya pandai mendamaikan setelah kekerasan terjadi, tapi harus mencegahnya, tegas Ronny.
Ronny berharap, pihak keamanan, khususnya aparat kepolisian, tegas dalam hal menindak kasus - kasus intimidasi dan aksi kekerasan di Aceh Timur, menjalankan perintah undang- undang demi keselamatan dan kenyamanan masyarakat.
"Guna adanya polisi adalah agar masyarakat hidup tenang dan nyaman, bukan membiarkan apalagi diduga membackingi aksi kekerasan, namun jika hal ini tetap tidak juga diindahkan, kami rasa sudah sepantasnya Kapolri turun ke sini untuk memantau dan mengevaluasi kondisi tersebut di Aceh Timur, " pungkas alumni Universitas Ekasakti itu menutup keterangannya.(Red)