wartanasional.co, Banda Aceh - Komisi I Dewan Perwakilan Rakya Aceh (DPRA) melakukan pertemuan dengan Kantor Imigrasi Kelas I dan Kanwil Kemenkumham Aceh di Ruang Badan Musyawarah, Sekretariat DPR Aceh Selasa (03/03/2020).
Mereka membahas tentang penegakan hukum terhadap nelayan asing yang tertangkap di Indonesia sangat mudah untuk membebaskan diri, sementara ketika nalayan asal Aceh yang tertangkap di luar negeri berbanding terbalik dengan hukuman yang diterima para pencuri ikan asing tadi.
Hal lain yang menjadi pembahasan, mengenai peredaran narkoba di Aceh serta rehabilitasi bagi para pecandunya. Sebab, jika terjadi penangkapan bandar narkotika di Aceh, selalu dikaitkan dengan penerapan Syariat Islam.
Pertemuan dipimpin Ketua Komisi I, Tgk. Muhammad Yunus Yusuf, H. Taufik, MM (Wakil Ketua), Saiful Bahri (Sekretaris) serta Anggota Komisi masing-masing H. Ir. Azhar Abdurrahman, Darwati A. Gani, Fuadri, Bardan Sahidi, H. Ridwan Yunus, kepala Kanwil Kemenkumham, Lilik Sujandi, Kadiv Imigrasi, Herdaus beserta anggota, pertemuan berlangsung hingga sore hari.
“Beberapa poin masalah Aceh, ada nelayan yang sering ditangkap di luar Aceh seperti, Thailand, Malaysia, India, kita mencari solusi. Seandainya ditangkap di sana, tekongnya ditangkap, awaknya dikembalikan, sebagaimana hukum di negeri kita. Biasanya di negara kita ditangkap bot asing, tekongnya ditangkap, awaknya dilepas, dan Menkumham siap memfasilitasi hal itu ,” kata M Yunus usai pertemuan. Selasa (03/03/2020).
Rencananya, Komisi I DPRA bersama Kemenkumham Aceh juga ingin mereview Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA) yang belum sesuai dengan MoU Helsinki.
Terlebih, berbicara tentang peran legislatif Aceh yang berhak memutuskan aturan yang diterapkan bagi Aceh terbilang kecil.
soal narkoba, lanjut Yunus, mereka menghimbau pihak berwenang untuk konsisten dalam penegakan hukum, sebab ada kesan yang dibangun dalam membasmi barang haram ada tolak tarik.
Wacananya, Menkumham dan DPRA akan merumuskan produk hukum adat tentang hukuman bagi pemakai narkoba.
“Hukum adat dengan istilah hukum, apabila ada yang kedapatan hisap ganja, dia bisa dibina, dimandikan, atau diusir dalam kampung tersebut, seperti itulah akan kita bicarakan lagi, kalau dihilangkan memang tidak bisa,” Pungkasnya.(Parlementaria)
Mereka membahas tentang penegakan hukum terhadap nelayan asing yang tertangkap di Indonesia sangat mudah untuk membebaskan diri, sementara ketika nalayan asal Aceh yang tertangkap di luar negeri berbanding terbalik dengan hukuman yang diterima para pencuri ikan asing tadi.
Hal lain yang menjadi pembahasan, mengenai peredaran narkoba di Aceh serta rehabilitasi bagi para pecandunya. Sebab, jika terjadi penangkapan bandar narkotika di Aceh, selalu dikaitkan dengan penerapan Syariat Islam.
Pertemuan dipimpin Ketua Komisi I, Tgk. Muhammad Yunus Yusuf, H. Taufik, MM (Wakil Ketua), Saiful Bahri (Sekretaris) serta Anggota Komisi masing-masing H. Ir. Azhar Abdurrahman, Darwati A. Gani, Fuadri, Bardan Sahidi, H. Ridwan Yunus, kepala Kanwil Kemenkumham, Lilik Sujandi, Kadiv Imigrasi, Herdaus beserta anggota, pertemuan berlangsung hingga sore hari.
“Beberapa poin masalah Aceh, ada nelayan yang sering ditangkap di luar Aceh seperti, Thailand, Malaysia, India, kita mencari solusi. Seandainya ditangkap di sana, tekongnya ditangkap, awaknya dikembalikan, sebagaimana hukum di negeri kita. Biasanya di negara kita ditangkap bot asing, tekongnya ditangkap, awaknya dilepas, dan Menkumham siap memfasilitasi hal itu ,” kata M Yunus usai pertemuan. Selasa (03/03/2020).
Rencananya, Komisi I DPRA bersama Kemenkumham Aceh juga ingin mereview Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA) yang belum sesuai dengan MoU Helsinki.
Terlebih, berbicara tentang peran legislatif Aceh yang berhak memutuskan aturan yang diterapkan bagi Aceh terbilang kecil.
soal narkoba, lanjut Yunus, mereka menghimbau pihak berwenang untuk konsisten dalam penegakan hukum, sebab ada kesan yang dibangun dalam membasmi barang haram ada tolak tarik.
Wacananya, Menkumham dan DPRA akan merumuskan produk hukum adat tentang hukuman bagi pemakai narkoba.
“Hukum adat dengan istilah hukum, apabila ada yang kedapatan hisap ganja, dia bisa dibina, dimandikan, atau diusir dalam kampung tersebut, seperti itulah akan kita bicarakan lagi, kalau dihilangkan memang tidak bisa,” Pungkasnya.(Parlementaria)