wartanasional.co, Banda Aceh – Usulan mantan anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD-RI) Ghazali Abas Adam terkait alokasi anggaran Lembaga Wali Nanggroe yang mencapai 32 milyar tahun 2020 di alihkan untuk menutup defisit anggaran Jaminan Kesehatan Aceh (JKA), mendapat dukungan langsung dari Humas Lembaga Kajian Strategis dan Kebijakan Publik-Lemkaspa, Rahmatun Phounna, Minggu (12/1).
Kepada media ini Rahmatun Phounna menjelaskan bahwa, peran Wali Nanggroe dibawah pimpinanTgk. Malik Mahmud Al Haytar, selama ini belum menunjukan peran bagi perubahan Aceh, banyak hal sebenarnya yang perlu melibatkan peran Lembaga Wali Nanggroe, namum dibawah pimpinan Tgk. Malik Mahmud Al Haytar belum menunjukan peran signifikat terhadap perubahan Aceh, padahal anggaran LWN mencapai puluhan milyar pertahun.
“Selama ini keberadaan dan peran Lembaga Wali Nanggroe dibawah pimpinan Tgk. Malik Mahmud Al Haytar tidak menguntungkan bagi Aceh, malah menjadi beban anggaran Aceh tiap tahun untuk membiayai lembaga tersebut,”kata Phounna.
Tiap tahun pemerintah Aceh harus mengeluarkan anggaran puluhan milyar untuk membiayai Lembaga Wali Nanggroe, namun peran lembaga tersebut belum menyentuh kepentingan Aceh secara umum, keberadaannya sekarang justru lebih kepada kegiatan serimonial yang menghambur-hamburkan anggaran Aceh.
“Daripada anggaran tersebut terbuang sia-sia tanpa ada manfaat untuk Aceh, lebih baik dialihkan untuk sektor lain yang lebih bermanfaat untuk masyarakat. Untuk pendidikan, seperti dayah, pasantren, pembangunan rumah Dhuafa dan bantuan untuk fakir miskin,” pungkas Phounna.
Lebih lanjut tambah Humas Lemkaspa tersebut menjelaskan, keberadaan Lembaga Wali Nanggroe dibawah pimpinan Tgk Malik Mahmud belum menjadi lembaga yang independent dalam menyikapi persoalan kewenangan dan arah kebijakan politik daerah, Dimana peran Lembaga Wali Nanggroe lebih mengumatamakan satu pihak.
“Padahal dalam Undang-Undang Pemerintah Aceh (UU-PA) Lembaga Wali Nanggroe dibentuk sebagai pemersatu di kalangan masyarakat Aceh yang memiliki ragam budaya dan istiadat,” tutup Phounna.(Red)*
Kepada media ini Rahmatun Phounna menjelaskan bahwa, peran Wali Nanggroe dibawah pimpinanTgk. Malik Mahmud Al Haytar, selama ini belum menunjukan peran bagi perubahan Aceh, banyak hal sebenarnya yang perlu melibatkan peran Lembaga Wali Nanggroe, namum dibawah pimpinan Tgk. Malik Mahmud Al Haytar belum menunjukan peran signifikat terhadap perubahan Aceh, padahal anggaran LWN mencapai puluhan milyar pertahun.
“Selama ini keberadaan dan peran Lembaga Wali Nanggroe dibawah pimpinan Tgk. Malik Mahmud Al Haytar tidak menguntungkan bagi Aceh, malah menjadi beban anggaran Aceh tiap tahun untuk membiayai lembaga tersebut,”kata Phounna.
Tiap tahun pemerintah Aceh harus mengeluarkan anggaran puluhan milyar untuk membiayai Lembaga Wali Nanggroe, namun peran lembaga tersebut belum menyentuh kepentingan Aceh secara umum, keberadaannya sekarang justru lebih kepada kegiatan serimonial yang menghambur-hamburkan anggaran Aceh.
“Daripada anggaran tersebut terbuang sia-sia tanpa ada manfaat untuk Aceh, lebih baik dialihkan untuk sektor lain yang lebih bermanfaat untuk masyarakat. Untuk pendidikan, seperti dayah, pasantren, pembangunan rumah Dhuafa dan bantuan untuk fakir miskin,” pungkas Phounna.
Lebih lanjut tambah Humas Lemkaspa tersebut menjelaskan, keberadaan Lembaga Wali Nanggroe dibawah pimpinan Tgk Malik Mahmud belum menjadi lembaga yang independent dalam menyikapi persoalan kewenangan dan arah kebijakan politik daerah, Dimana peran Lembaga Wali Nanggroe lebih mengumatamakan satu pihak.
“Padahal dalam Undang-Undang Pemerintah Aceh (UU-PA) Lembaga Wali Nanggroe dibentuk sebagai pemersatu di kalangan masyarakat Aceh yang memiliki ragam budaya dan istiadat,” tutup Phounna.(Red)*